Ustadz Al Habsyi menyampaikan pentingnya hadir di majelis ilmu, memuliakan guru, disiplin, gaya berdakwah, pentingnya menjadi manusia yang baik. Kisahnya menulis buku yang diangkat menjadi film layar lebar.

  

Jakarta (Humas MAN 9) — Memasuki usianya yang ke 29, MAN (Madrasah Aliyah Negri) 9 Jakarta mensyukuri eksistensinya dengan menggelar Bakti Sosial berupa Sunatan Massal dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis; ragam lomba; dan panggung hiburan. Tak lupa tausyiah agama yang disampaikan oleh Ustadz kondang Ahmad Al Habsyi. Acara ini berlangsung di Lapangan MAN 9 Jakarta, Sabtu, (15/12/18).

Kehadiran Ustad Ahmad Al Habsyi di hadapan civitas akademika serta alumni MAN 9 seakan ingin memperbarui niat dan cita-cita madrasah sebagai tempat mendidik seseorang menjadi baik dan benar.

Dalam ceramahnya, ustadz yang saban waktu nongol di televisi itu menyampaikan beberapa hal. Di antaranya, pentingnya hadir di majelis ilmu, memuliakan guru, disiplin, gaya berdakwah, pentingnya menjadi manusia yang baik serta tak lupa ia menyampaikan kisahnya menulis buku yang diangkat menjadi film layar lebar. Seorang siswi yang beruntung berkesempatan meraih sebuah hadiah dan mendampingi sang ustadz berceramah di atas panggung yang megah.

“Ketika anda datang ke majelis ilmu, satu kali mendengarkan tausyiah lebih hebat dari 1000 rakaat sholat sunnah yang dilakukan. Saat kita sedang mengaji bareng begini malaikat itu sedang mengaminkan doa dan mendoakan keinginan kita”, ujar Al Habsyi.

Memuliakan Guru

Terkait keberadaan MAN 9 yang memberi pengabdian dalam pendidikan, Ustadz Al Habsyi menyampaikan pentingnya memuliakan guru.

“InsyaAllah selalu akan saya utamakan, di mana pun saya tampil. Izinkan saya manusia yang banyak kurangnya ini untuk melatih diri saya dan mengajarkan kepada rekan-rekan semuanya. Jangan bosan-bosan untuk selalu memuliakan guru-guru”, katanya.

“Rasulullah telah memberikan sebuah kabar gembira buat kita. Manusia yang paling mulia yang berjalan di muka bumi bukan presiden bukan menteri bukan gubernur bukan walikota melainkan para guru”, ujarnya.

Selanjutnya, ustadz kelahiran Palembang 17 Mei 1980 itu mengatakan,  tidak mungkin ada presiden kalau bukan karena didikan guru. Tidak mungkin ada menteri, gubernur, walikota kalau bukan karena didikan guru.

“Kita doakan mudah-mudahan guru-guru kita selalu mengajarkan yang baik. Mengajarkan ilmu yang membuat kita dekat dengan jalan Allah dan Rasul. Bermanfaat bagi semuanya, Insya Allah”.

Disiplin dan Siswi yang Beruntung

Tantangan Indonesia kedepan semakin kompleks. Kemajuan dalam berbagai bidang tidak mustahil harus dimiliki generasi muda, terutama para siswa yang masih duduk di bangku sekolah. Sebab itu, penulis buku Surga di Rumahmu ini menyampaikan jika ingin sukses maka hidup harus disiplin.

“Kalian mau sukses, disiplin. Jangan mimpi menjadi orang sukses kalau tidak pernah disiplin”, ujar ayah Muhammad Fachry Al Habsy, Fatimmah Najla dan Khadijah Najwa Khadijah itu.

Lebih lanjut, ia sampaikan Al-Haqqu Bila Nidzomin Yaghlibuhul Batil Bi Nidzomin. Artinya, kebenaran tanpa dipagari dengan kedisiplinan akan mudah diluluhlantahkan oleh kebatilan yang tertata dengan kedisiplinan.

Kepada hadirin yang memadati lapangan Al Habsyi bertanya, “Mau disiplin, tahu nggak belajar dari binatang apa?” katanya seolah berbisik.

Hening beberapa saat ketika kemudian terdengar suara menyebut kata ‘ayam’. Sontak Ustad Al Habsyi memiringkan badan ke kiri mencari dari mana sumber suara berasal. “Siapa yang bilang ayam tadi”, ucapnya sembari berjalan ke depan dan mencari-cari.

Saat tahu, tangan kanannya langsung bergerak memanggil. “Sini.. sini.. kamu dapat hadiah dari saya”, ujarnya disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.

Dari sudut kanan di ujung tenda, seorang siswi berjilbab hitam malu-malu dan ragu untuk naik ke panggung. Ustad Al Habsyi langsung mengambil sebuah buku dan mengatakan, “Kamu dapat hadiah buku ini dari saya plus tanda tangan saya,” ujarnya.

Siswi ini tetap berdiri diam di tempatnya, seakan ragu untuk melangkah. Kemudian Ustadz Al Habsyi tetap memanggilnya naik ke panggung dengan mengatakan, “Jangan takut. Saya sudah jinak,” ujarnya berseloroh disambut gelak tawa dan tepuk tangan dari pada hadirin.

“Saya paling suka kalau anak-anak berani dalam kebaikan”, ujar Ustad Al Habsyi.

Akhirnya, siswi berbaju hitam dan berjilbab biru ini kemudian menaiki panggung dari sisi kiri panggung dan mendekat kepada Ustad Al Habsyi dan langsung ditanya namanya.  Al Habsyi menyampaikan bahwa kalau dia berhadapan dengan anak muda harus menyesuaikan dengan dunia mereka. Dia juga harus berbahasa seperti gaya anak muda.

Kan agama mengajarkan Bun –penggalan dari bunda, merujuk kepada kepala sekolah yang duduk di depan panggung persis berhadapan dengan tempat berdirinya Ustad Al Habsyi– menyampaikan dakwah itu sesuai dengan bahasa kaumnya. Kalau yang saya ceramahi anak muda, harus pakai gaya anak muda. Saya harus pakai gaya-gaya mereka, yang laki-laki saya panggil dengan sapaan bro, yang perempuan disapa dengan bray,” ucapnya disambut tawa senang hadirin.

Selanjutnya, siswi kelas 10 ini dikerjai oleh Ustad Al Habsyi di atas panggung. Saat menyebut namanya dengan malu-malu. Ustad Al Habsyi kemudian berkata “Ah seperti di Ayat-ayat Cinta,” ujarnya yang mengingatkan kepada adegan yang terjadi di film yang terkenal itu. Gelak tawa kembali bingar. Tak sampai disitu, Ustad Al Habsyi pun kembali mengerjai dengan menyebut nama siswa ini sebagai Nikita Mirzani.

Akhirnya diketahui, gadis beruntung ini adalah siswi jurusan IPA kelas 10 yang bercita-cita ingin menjadi dokter bedah. Al Habsyi kemudian mengajak hadirin untuk mendoakan agar niatnya tercapai.

Ustad Al Habsyi kemudian menyerahkan sebuah buku berjudul Ada Surga Di Rumahmu. Buku best seller ini merupakan tulisan dari Ustad Al Habsyi sendiri dan sudah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama.

Buku dan Film

Di sini diketahui bahwa selain pintar berceramah lisan, Ustad Al Habsyi juga berdakwah melalui tulisan. Dia mengungkap pengalamannya menulis buku ini selama 3,5 tahun.

Ustad Al Habsyi kemudian menyarankan agar kepala sekolah MAN 9 Jakarta mengajak para siswa-siswinya nonton bareng film yang bertema dakwah tersebut.

“Kalau nonton film itu anak-anak, siswa-siswi pasti akan menyesal telah berbuat jahat terhadap guru dan orangtua. Mereka akan bisa memperbaiki akhlaknya. Sadar dengan dosa kepada guru dan kepada orang tua”, tuturnya mengungkap banyak orang yang menangis saat menonton film tersebut.

Bicara soal bukunya Al Habsyi mengaku terinspirasi dari sebuah perjalanan saat ia berdakwah ke sebuah kota kecil di Pulau Sumatera tepatnya di Kota Muara Tebo, Provinsi Jambi.

Film

Selain itu, Al Habsyi juga menyampaikan bahwa kini manajemennya sedang menyiapkan tujuh film. Dan pada 2019 akan tayang dua film.  Kali ini agak berbeda, yaitu sebuah komedi yang berlatar pondok pesantren. Al Habsyi kemudian menyebut film Dono Kasino Indro atau Warkop yang lucu cenderung jorok tapi tidak ada pesan. “Ini akan saya jawab melalui film juga yang lucunya dahsyat, pesannya hebat, judulnya The Santri Gokil”, jelasnya.

“Siapa bilang dunia pondok pesantren tidak banyak cerita. Banyak cerita di pondok, dan juga sangat lucu tapi ada hikmahnya”, jelas Al Habsyi.

Cuaca teduh di pelataran MAN 9. Panggung megah tetap berdiri kokoh. Tenda diisi deretan bangku para hadirin dan undangan serta peserta lomba dari 35 sekolah. Memasuki menit ke-30 dalam tausiyahnya, Ustad Ahmad Al Habsyi mengupas perbedaan munafik dan orang beriman.

Ustad Al Habsyi mulai dengan sebuah pertanyaan. “Apakah kalian mau tahu apa perbedaan orang munafik dan orang beriman?”

Pertanyaan ini dijawab sendiri dengan mengatakan bahwa orang munafik ketika duduk di tempat yang baik lama-lama makin gelisah. Bagai Burung di dalam sangkar. Tapi orang yang beriman Duduk di tempat yang baik, makin lama makin betah. Semakin merasakan ketenangan jiwa seperti ikan di dalam air.

Seterusnya, Ustad Al Habsyi mengatakan ia menghormati TNI dan sayang kepada polisi. Dia menegaskan bahwa jika ada polisi yang kurang baik, itu bukan polisinya tapi oknumnya. Bila ada tentara yang tidak baik, itu bukan tentaranya, tapi oknumnya. Begitupun jika ada orang Islam yang tidak baik. Itu bukan Islam-nya, tetapi oknumnya. Di sini ia mengajak agar semua cermat dalam memandang pesoalan yang terjadi di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Doa untuk Sekolah

Memasuki sesi terakhir ceramahnya, di hadapan Kepala MAN 9 Jakarta, Yessy Anwar dan jajarannya, peserta lomba, tamu undangan dan Alumni serta masyarakat yang hadir, Al Habsyi menyampaikan ucapan selamat Ulang Tahun kepada MAN 9 Jakarta. Dan, ia berdoa.

“Izinkan saya dari lubuk hati yang paling dalam menyampaikan ucapan selamat tahun kepada keluarga besar MAN 9 Pondok Bambu Jakarta. Ini bukan sekedar ucapan selamat, tapi ucapan sekaligus saya rangkai dengan doa. Mudah-mudahan hari ini, sekolah ini lebih baik dari hari kemarin. Hari esok lebih berkah dari hari ini. Mudah-mudahan yang lahir dari sekolah ini bukan hanya anak-anak yang pintar tapi juga anak-anak yang benar”, katanya.

Selanjutnya, ia menyampaikan dunia pendidikan jangan lupa mengkader manusia yang baik, selain pintar. “Maaf, kalau dunia pendidikan hanya mencetak pribadi yang pintar tapi lupa mengkader yang manusia yang benar, maka nanti akan seperti buah simalakama,” sambungnya.

Kenapa? “Kalau cuma pinter tapi tidak benar, akhirnya suka mengkafirkan orang. Suka mencela, menyalah-nyalahkan orang lain. Merasa dirinya paling benar. Tidak pernah mau telinganya mendengar kebenaran dari mulut orang lain. Tapi ketika dikader menjadi orang yang benar, InsyaAllah selamat. Orang yang benar walaupun tak pintar, bisa dibikin pintar. Karena kebenaran akan selalu dia dapati dari setiap pendengarannya”, jelas pengisi program acara Akademi Sahur Indonesia di Indosiar itu.

3 Type Manusia

Selanjutnya, Ustadz rupawan yang kehadirannya selalu ditunggu itu menyampaikan bahwa ada tiga type manusia dalam kehidupan.

“Catat baik-baik, ada tiga tipe manusia. Pertama manusia yang betul-betul manusia, the real human. Yaitu, dia punya akal dia juga punya hati. Akalnya sering memberi kritik, ide, masukan kepada orang. Hatinya selalu menerima masukan, teguran nasehat kritikan dari orang lain. Itu adalah manusia yang sebenarnya”.

“Selanjutnya yang kedua, manusia setengah manusia. Dia punya otak dia punya hati. Otaknya sering dipakai mengkritik orang lain tapi hatinya tidak pernah mau menerima kritikan dari orang lain”.

“Tapi yang paling bahaya manusia jadi-jadian. Punya otak punya hati tapi otak tidak pernah mengasih ide, hati tidak pernah mau mendengar masukan dari orang lain. Inilah yang disebut dengan manusia sontoloyo. Manusia seperti ini hanya meramaikan saja tapi tidak ada manfaat bagi dirinya apalagi orang lain. Itu namanya makhluk mubazir”.

“Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita, khoirunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.

“Kita doakan semoga sekolah ini melahirkan pribadi-pribadi yang bermanfaat bagi agama, bangsa, negara dan kedua orang tuanya, InsyaAllah,” pungkas Ustadz Ahmad Al Habsyi./sym

Written by 

Related posts